Menatap Masa Depan


Kemarin aku bertemu dengan kawanku yang dulu duduk berdua di bangku sekolah dasar.  Dia kutanya bagaimana kabarnya?  Menjawablah dia dengan nada melas.  Namun aku juga tidak membalas dengan pertanyaan mengoreksi.  Lantas dia bercerita panjang lebar.  Dari yang remeh temeh sampai pada bab dimana dia berkata,  "enak kamu ya bisa kuliah". Aku sedikit terkejut. 

Kata itu membuatku trenyuh dan aku membalas dengan pertanyaan,  kenapa kamu tidak kuliah?. Sahutnya aku tidak sepintar kamu dan punya uang sepertimu. Aku terdiam sejenak dan mengingat masa laluku dulu.  Aku sangat tahu dia dan dia dulu harusnya sadar siapa yg lebih oandai dalam hal mata pelajaran dibandingkan aku.   Melihat dia berkata seperti itu aku jadi sedikit mengoreksi diriku sendiri.  Apakah pantas aku disebut pintar sedangkan ada ahli dan profesor diluar sana yang lebih andai dariku. 

Yang menjadi pembeda antara aku dan dia adalah cara menatap masa depan.  Cara berfikir itulah menentukan arah gerak ketika kita bersekolah.  Dia memang tidak tahu betapa aku bekerja keras untuk menunjukkan siapa diriku.  Aku bukan orang anak yang berduit,  orang tuaku hanya seorang petani.  Jika dia tahu kalau aku kuliah dulu pasti dia akan bingung bagaimana aku mengatur waktu kuliah sambil bekerja.  Sampai pada waktu dimana aku sudah tidak sanggup lagi dan pasrah kepada kedua orang tuaku.  

Masa depan milik kita semua.  Mau meraihnya atau tidak bukan urusan orang lain namun urusan kita.  Kita diberikan keberanian untuk memutuskan.  Putuskan masa depan itu dengan nada tinggi agar sadar bahwa dunia hidup itu keras dan penuh godaan. 

Komentar

Postingan Populer